Resume IDI TM 2 : Konsep Islam dalam Disiplin Ilmu
Konsep Islam dalam Disiplin Ilmu
- Konsep Islam tentang ilmu
Dalam ajaran islam,
menuntut ilmu adalah salah satu dari ibadah kepada Allah SWT. Manusia dapat
membaca Al Quran dengan berilmu, dan memahami makna yang terkandung dalam
segala persoalan dimuka bumi. Didalam Al Quran pun banyak sekali ayat maupun
hadis yang menegaskan tentang keharusan umat islam untung memiliki ilmu.
Memiliki ilmu dalam hal ini adalah segala pengetahuan tentang lingkungan baik
mengamati alam, mengolah alam, bersosialisasi, menjaga lingkungan hingga
beribadah. Ilmu dalam Islam memiliki dimensi yang universal,
empirik dan metafisik yang berbeda dengan ilmu yang lahir dari pandangan hidup
Barat yang hanya terbatas pada area empirik. Konsep ilmu dalam Islam menjadi
bagian integral dari worldview atau pandangan hidup Islam, sehingga dirinya
mempunyai ciri khas tersendiri yang menjadikannya berbeda dengan konsep-konsep
dalam peradaban lain. Ilmu menurut pandangan hidup Islam tidak hanya melingkupi
substansi pengetahuan, namun juga menjadi elemen penting dalam peradaban. - Dalil al-Quran dan as-Sunnah terkait dengan ilmu
Di dalam Al Quran
terdapat 854 kata ilmu dengan berbagai bentuk. Kata tersebut digunakan dalam
artian proses pencapaian suatu pengetahuan serta objek pengetahuan(Abidin, 2016). Dalam Al Quran, ilmu merupakan keistimewaan yang
menjadikan manusia unggul terhadap makhluk lain guna menjalankan fungsi
kekhalifahannya. Seperti dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 31-32) yaitu :
وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَآءَ
كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِـُٔونِى بِأَسْمَآءِ
هٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمْ صٰدِقِينَ :٣١
“Dan Dia ajarkan
kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para
Malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua benda ini, jika kamu
yang benar !”
قَالُوا۟ سُبْحٰنَكَ لَا
عِلْمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ :٣٢
“Mereka
menjawab,’Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui,
Mahabijaksana”.
- Episteme ilmu dalam Islam berlandaskan
tauhid
Penerapan metode
ilmiah yang berlandaskan rasional dan empiris telah membawa kehidupan manusia
pada masa modernisme yang pada perkembangannya melahirkan corak pemikiran yang
mengarah pada rasionalisme, liberalisme, positivisme, materialisme, pragmatisme
dan sekulerisme. Dengan ditemukannya hukum mekanik oleh newton, pendapatnya
rahasia cara kerja alam sudah terlihat sehingga campur tangan tuhan tidak
begitu penting lagi. Tuhan dianggap sudah tidak memiliki posisi dalam proses
pengetahuan maka kemudian timbullah pemikiran bahwa kehidupan ini berpusat pada
manusia (antroposentris). Akal yang mampu mendapatkan segala pengetahuan
(rasionalisme). Ilmu pengetahuan tetap diposisikan secara netral. Agama dan
ilmu di-pisahkan, dan Tuhan dijauhkan dari urusan-urusan pengembangan
pengetahuan.
Tauhid dan
epistemologi dengan demikian menjadi persoalan keilmiahan pertama yang harus
mendapat perhatian serius dan harus segera diwujudkan. Tanpa tauhid dan epistemologi yang jelas, mustahil muncul
suatu peradaban, karena tanpa suatu cara mengetahui ( a way of knowing) yang
dapat diidentifikasikan sebagai ilmu, kita tidak mungkin dapat mengelaborasi
pandangan dunia Islam atau menempelkan identitas Islam pada isu-isu kontemporer.
Tanpa epistemologi, kita tidak mungkin dapat membangun kehidupan umat yang baik
dengan suatu peradaban yang mapan dan dapat dipercaya kestabilan eksistensinya.(Irawan, 2011)
nilai-nilai tauhid tersebut adalah conditio sine
quanon, yang mana harus memiliki hubungan timbal balik atau berkorelasi dengan
aksiologisnya. Untuk mencapai Harapan itu kiranya diperlukan kesungguhan dan
ketelitian yang tinggi dalam tataran atau tingkatan operasionalnya. Maka dari
itu kemampuan umat Islam dalam membaca sejarah dan memahaminya adalah faktor
penentu yang penting, apabila faktor kemajuan dan kemunduran Islam dapat
dirumuskan secara tepat, kemudian dibaca dan diterapkan dalam konteks kekinian
(modern), tidaklah mustahil Islam dapat menjadi pengendali peradaban.
- Dalil al-Quran dan as-Sunnah terkait dengan ilmu
Di dalam Al Quran
terdapat 854 kata ilmu dengan berbagai bentuk. Kata tersebut digunakan dalam
artian proses pencapaian suatu pengetahuan serta objek pengetahuan(Abidin, 2016). Dalam Al Quran, ilmu merupakan keistimewaan yang
menjadikan manusia unggul terhadap makhluk lain guna menjalankan fungsi
kekhalifahannya. Seperti dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 31-32) yaitu :
وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَآءَ
كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِـُٔونِى بِأَسْمَآءِ
هٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمْ صٰدِقِينَ :٣١
“Dan Dia ajarkan
kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para
Malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua benda ini, jika kamu
yang benar !”
قَالُوا۟ سُبْحٰنَكَ لَا
عِلْمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ :٣٢
“Mereka
menjawab,’Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui,
Mahabijaksana”.
- Episteme ilmu dalam Islam berlandaskan tauhid
Penerapan metode
ilmiah yang berlandaskan rasional dan empiris telah membawa kehidupan manusia
pada masa modernisme yang pada perkembangannya melahirkan corak pemikiran yang
mengarah pada rasionalisme, liberalisme, positivisme, materialisme, pragmatisme
dan sekulerisme. Dengan ditemukannya hukum mekanik oleh newton, pendapatnya
rahasia cara kerja alam sudah terlihat sehingga campur tangan tuhan tidak
begitu penting lagi. Tuhan dianggap sudah tidak memiliki posisi dalam proses
pengetahuan maka kemudian timbullah pemikiran bahwa kehidupan ini berpusat pada
manusia (antroposentris). Akal yang mampu mendapatkan segala pengetahuan
(rasionalisme). Ilmu pengetahuan tetap diposisikan secara netral. Agama dan
ilmu di-pisahkan, dan Tuhan dijauhkan dari urusan-urusan pengembangan
pengetahuan.
Tauhid dan
epistemologi dengan demikian menjadi persoalan keilmiahan pertama yang harus
mendapat perhatian serius dan harus segera diwujudkan. Tanpa tauhid dan epistemologi yang jelas, mustahil muncul
suatu peradaban, karena tanpa suatu cara mengetahui ( a way of knowing) yang
dapat diidentifikasikan sebagai ilmu, kita tidak mungkin dapat mengelaborasi
pandangan dunia Islam atau menempelkan identitas Islam pada isu-isu kontemporer.
Tanpa epistemologi, kita tidak mungkin dapat membangun kehidupan umat yang baik
dengan suatu peradaban yang mapan dan dapat dipercaya kestabilan eksistensinya.(Irawan, 2011)
nilai-nilai tauhid tersebut adalah conditio sine quanon, yang mana harus memiliki hubungan timbal balik atau berkorelasi dengan aksiologisnya. Untuk mencapai Harapan itu kiranya diperlukan kesungguhan dan ketelitian yang tinggi dalam tataran atau tingkatan operasionalnya. Maka dari itu kemampuan umat Islam dalam membaca sejarah dan memahaminya adalah faktor penentu yang penting, apabila faktor kemajuan dan kemunduran Islam dapat dirumuskan secara tepat, kemudian dibaca dan diterapkan dalam konteks kekinian (modern), tidaklah mustahil Islam dapat menjadi pengendali peradaban.
Komentar
Posting Komentar